Sunday, June 10, 2007

Ombak Kapal

Hari ini saya pulang kampung. Berangkat kemarin sore dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dan tiba lepas senja di Pelabuhan Sukarno-Hatta, Makassar.

Beberapa jam sebelum memasuki perairan Makassar, saya tercenung memandang ombak dari Dek 6 sisi kanan. Saya terpana pada kenyataan bahwa di sini, di tengah laut lepas, semua ombak kelihatan sama. Sepotong gelombang di sini. Sepotong gelombang di sana. Berpotong-potong gelombang di antaranya. Biru gelap. Sangat gelap. Dulu, ada sumber yang mengatakan bahwa warna biru itu berasal dari cahaya matahari. (Benarkah? apakah hanya berlaku kalau dilihat dari jauh, sedangkan kalau dilihat dari dekat, penjelasannya lain lagi?). Di puncak-puncak gelombang muncul buih-buih kecil. Jadi titik-titik putih yang tampil dan menghilang dalam sekejap.

Jadi ingat juga dengan buku "Kartun Lingkungan" yang belum lama kubaca. Di tengah laut ini mestinya tidak banyak oksigen, ya? Soalnya kan tidak banyak pohon di sini -- eh, salah, bukan tidak banyak tapi tidak ada. Di bawah permukaan laut pasti ada oksigen. Pertanyaannya, lebih banyak dimana?

Anginnya kencang. Sekencang apa, ya? Mungkin 80kmj (kilometer per jam)? Pertama kali terasa menyapu dan menggebu dari kiri (haluan kapal), tapi kemudian terasa juga di telinga kanan. Lalu, bunyi derunya terasa di sekeliling kepala. Belum selesai satu lagu di earphoneku, angin sudah bukan terasa di sekelilingku lagi, melainkan di dalam kepala, melawan protes-protes Bob Dylan.

Di belakang lintasan-lintasan pemikiran di tengah angin kencang itu, samar-samar membayang suatu senja di pantai Samalona. Satu kapal penumpang baru saja lewat dekat sekali dengan menara batas laut lepas (dan itu dekat sekali dengan daratan Samalona, untuk ukuran melihat kapal dari darat, sekaligus melihat penumpangnya di dek atas melambaikan tangan). Bola-bola lampunya menyala di sepanjang tali/kabel yang merentang dari haluan ke cerobong di tengah, dari cerobong ke buritan. Dengan latar belakang kakilangit senja hari, itu pemandangan yang lucu dan indah. Di masa itu saya mulai belajar mengingat kapal apa yang lewat pada hari apa. (Yah, tidak banyak yang harus kuingat, jadi saya belajar mengingat apa saja). Biasanya, tidak lama setelah kapal itu berlalu, meski buritannya masih terlihat, orang sudah kembali ke kesibukannya masing-masing. Sebagian besar berenang. Menikmati sisa kejernihan air pantai, sebelum lautnya mulai keruh bersama dengan datangnya malam.

Di saat itulah dia datang. Ombak kapal.

Seperti gelombang tunggal dengan puncak selendang putih buih membentang sepanjang garis pantai, bergulung-gulung melanda apa saja, tergesa-gesa menyapa kawan lamanya, pantai Samalona. Di separuh lintasan, tingginya dari permukaan kira-kira sedada. Hampir selalu kami melupakannya sampai dia terlihat setengah jalan. Baru seketika berteriak mengingatkan orang-orang lain di dalam air ataupun di perahu, kalau ada. Mungkin lucu, seperti efek yang ada di Ciputra Waterpark, Surabaya. Ada gelombang susulannya. Biasanya lebih kecil. Mungkin bisa digunakan untuk selancar-mini-sekali-pakai?

Bagi yang kepalanya berada di atas air sesaat sebelum ombak kapal datang melanda, itu kejutan yang menyenangkan. Bagi yang di dalam air, bisa berbahaya bila kepalanya terancam terbentur koral-koral besar. Syukurlah selama di sana saya tidak pernah mendengar ada kejadian seperti itu. Mungkin karena ombak kapal lebih sering terjadi di senja hari, saat orang cenderung tidak tertarik untuk membenamkan kepalanya. Memang tidak banyak yang bisa dilihat. Tapi, saya punya alasan untuk itu, karena hampir tiap sore saya mandi di laut. Benar-benar mandi, bukan berenang.

Tapi itu cerita lain lagi. :)

6 Comments:

Blogger Ati said...

wah mengingatkan jaman dulu saat pulkam naik kapal dan berdesak2an naik :)

Saturday, 16 June, 2007  
Blogger Samalona said...

Ya, jadi sekarang kita punya dua sudut pandang. Satu dari posisi penumpang kapal, memandang ke arah Samalona; satu dari posisi orang yang kena ombak kapal, memandang dari pantai Samalona ke arah kapal, :).

Sunday, 24 June, 2007  
Blogger Hesti said...

iya nih, jadi kangen naik kapal lagi, tapi gak pengen berdesak2an. jadi gimana dong, naik kapal pesiar aja kali ya?! :)

Monday, 16 July, 2007  
Blogger undil said...

Halo samalona.

kita pernah jadi negeri bahari yang menguasai lautan

Sunday, 05 August, 2007  
Anonymous Anonymous said...

baru seminggu yang lalu ke pulau samalona.. duh asik.. sayang saat itu berhalangan untuk berenang, padahal yaa.. duh enak kli klo snorkeling

Tuesday, 14 August, 2007  
Anonymous Anonymous said...

Wah, senengnya. Saya belum sempat naik kapal nih, padahal pingin. Soalnya biasanya klo ada kegiatan selalu dikejar waktu jadinya ga naik kapal laut.

Tuesday, 01 July, 2008  

Post a Comment

<< Home