Sunday, December 24, 2006

Musik Pengantar (akhirnya)

Lalu, Samalona. Sebulan sekali baru pulang ke darat. Musik apa kira-kira yang pas untuk petualanganku di sana? Yah, sebelum ke dermaga POPSA di hari pertama, tidak banyak waktu untuk berpikir. Seperti disodorkan kertas lebar belepotan tinta dan ditanyakan kesan yang pertama kali timbul tanpa ditinjau ulang. Kupu-kupu? Mungkin. Dan kupu-kupu itu berbentuk kaset tanpa sampul, yang muncul tanpa asal-usul di dalam rumah, yang badannya bertuliskan The Best of Bob Dylan.

Kenyataannya, di Samalona hampir tidak ada waktu untuk menyetel musik, tidak ada waktu untuk menyetel kaset itu, tidak ada waktu untuk menyetel apapun. Meskipun begitu, sekali-sekali ada rombongan anak muda yang datang dan menyetel lagu dari tape box mereka, atau acara jalan-jalan satu kantor yang diisi dengan karaoke di bawah pohon raksasa.

Misalnya: mahasiswa pencinta alam, tengah malam di pantai, menyalakan api unggun (artinya saya yang akan membersihkan bekas-bekasnya besok pagi), diiringi gitar menyanyikan Air Mata Api, versi yang lebih bagus dari aslinya. Di kesempatan lain, rombongan mahasiswa lain ngumpul di teras bungalow mereka, menyetel tape combo -yang waktu itu lagi ngetrend- sambil ngobrol kesana kemari. Lagunya You're Unbelieveable, EMF; Creep, Radiohead.

Suatu kali ada rombongan reuni sekolah zaman Belanda. Yang reuni kebanyakan sudah opa-opa dan oma-oma. Mereka mengadakan beberapa fun game in the open. Lagu favorit mereka, Burung Kakatua. Sore harinya, menjelang matahari terbenam, saya kebetulan melewati bungalow salah seorang alumnae sekolah itu. Di pagar terasnya tergeletak sampul kaset Unforgettable, Natalie Cole. Sekarang saya tidak ingat apakah lagunya benar-benar sedang disetel di walkman saat itu, atau saya mendengarnya di waktu atau hari yang lain, tapi ingatan melihat kaset itu selalu diiringi ingatan mendengar lagu itu sayup-sayup dari speaker walkman seseorang. Seakan kutemukan definisi dari kata tranquility.

Di saat banyak pekerjaan, sibuk dan sumpek, ada dua lagu yang terasa pas menemani, karena nadanya seperti suara orang marah-marah sambil menyanyi. Like A Rolling Stone dan Tangled Up in Blue, Bob Dylan. Di saat lain, saat seseorang yang menarik yang baru kukenal sudah harus mengejar pesawat, yang teringat lagunya Simon & Garfunkel, Sound of Silence. Di malam hari yang sepi sesudah seharian mematahkan tulang-tulangku, American Tune. [.. still tomorrow's gonna be another working day, an I'm trying to get some rest. That's all, I'm trying to get some rest.]

Tetapi musik yang paling indah setiap hari adalah suara ombak di pantai Samalona. Belum pernah duduk-duduk di batang pohon tumbang, beberapa saat setelah matahari terbenam, menerawang laut lepas, mendengar riak-riak kecil mencapai pantai? Mungkin kamu perlu mencobanya.